Jaya Suprana School of Performing Arts kembali berkolaborasi dengan Yayasan Swargaloka, menggelar acara kesenian budaya tari bedhayan yang bertajuk Festival Bedhayan 2019. Festival Bedhayan 2019 merupakan festival tari Bedhayan yang sudah menginjak tahun keduanya ini digelar untuk melestarikan dan mengembangkan kesenian tradisional, mempopulerkan karya agung bangsa Indonesia, menanamkan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia, membangun karakter bangsa serta melestarikan warisan budaya Indonesia. Festival Bedhayan 2019 ini digelar oleh Laskar Indonesia Pusaka yang merupakan bentuk dari Corporate Social Responsibility dari Jaya Suprana School of Performing Arts. Laskar Indonesia pusaka ini merupakan wadah untuk mengayomi komunitas seni panggung lokal ke dalam taraf internasional.
Festival Bedhayan 2019 didukung oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan dan disponsori oleh BCA, Sinarmas, Djarum Foundation, Jamu Jago. Turut serta 14 kelompok tari dari berbagai sanggar tari. Acara Festival Bedhayan 2019 menampilkan 3 orang pengamat sebagai pemberian rapor untuk para kelompok yang tampil. Para pengamat yaitu Bapak KP Sulistyo Tirtokusumo, Ibu Dra. G.R.Ay Koes Murtiyah M.Pd, dan Bapak Wahyu Santoso Prabowo S.kar.MS.
Para Pengamat
Acara ini dibuka dengan Panembrama (nyayian penghormatan untuk menyambut kedatangan tamu kehormatan) yang dibawakan oleh setiap perwakilan dari kelompok tari. Dilanjutkan dengan sambutan dari Bapak Dr. Hilmar Farid Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan sambutan dari Bapak Jaya Suprana.
Panembrama Tembang Kinanti
Sambutan dari Bapak Jaya Suprana
Sambutan dari Bapak Dr. Hilmar Farid Dirjen Kebudayaan- Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
Penyerahan Piagam oleh Bapak Jaya Suprana kepada Bapak Dr. Hilmar Farid Dirjen Kebudayaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
Acara dimulai dari penampilan tari Bedhayan Merah Putih dari kelompok Swargaloka. Tarian Bedhayan Gula Kelapa atau Merah Putih yang dibawakan oleh Swargaloka merupakan tarian yang diciptakan oleh Dewi Sulastri yang menggambarkan para prajurit wanita membela banda di jaman penjajahan. Tarian ini unik dengan pemakaian tombak didalam tariannya yang belum pernah ada sebelumnya pada tari bedhayan.
Swargaloka – Bedhayan Merah Putih
Tarian kedua dibawakan oleh kelompok Jaya Suprana School dengan membawakan tarian Bedhayan Ura-Ura. Tarian ini menggambarkan suka cita dan rasa bahagia setelah kita berhasil menghadapi tantangan hidup terutama keberhasilan dalam memerangi hawa nafsu yang bersemayam di dalam kita.
Jaya Suprana School of Performing Arts- Bedhayan Ura-Ura
Tarian ketiga dibawakan oleh kelompok Smile Motivator dengan membawakan Bedhaya Rancaekek. Smile Motivator adalah sekumpulan orang berkebutuhan khusus seperti tuna netra, tuna rungu dan tuna daksa yang memiliki talenta dan menampilkan drama teatrikal sarat makna untuk member dampak pada perubahan pola piker dan jiwa yang positif. Dalam pagelaran penari yang tampil adalah penari yang menyandang tuna rungu sehingga mereka hanya mengikuti gerak tarian dari petunjuk sang ketua di bawah panggung. Tarian mereka sangat memukau para penonton, tanpa alunan musik yang dimainkan mereka menari yang memberikan kesimpulan bahwa menari dengan hati.
Smile Motivator – Bedhayan Rancaekek
Foto karya Hairil Saleh
Penampilan selanjutnya dibawakan oleh kelompok Arkamaya Sukma yang membawakan tari Bedhaya Ela-Ela. Tarian ini merupakan karya dari Agus Tasman yang merupakan ungkapan estetika rasa, sebagai kristalisasi dari rasa religi dan rasa etika budaya Jawa yang direpresentasikan melalui medium tarian yang simbolis.
Arkamaya Sukma – Bedhayan Ela-Ela
Penampilan ke-5 dibawakan oleh Sanggar Omah Wulangreh yang membawakan Bedhaya Wulangreh. Bedhaya Wulangreh mencerminkan sebuah ajaran luhur untuk menuju kesempurnaan hidup. Yang secara simbolik mengajarkan tentang berperilaku baik dalam kehidupan.
Sanggar Omah Wulangreh – Bedhayan Wulangreh
Penampilan ke-6 dibawakan oleh Panji Wiratama. Kelompok ini membawakan tarian Bedhaya Kirana Ratih dimana tarian ini menggambarkan prajurit keraton sedang berlatih ketangkasan memanah. Tarian ini diciptakan oleh Bapak Sulistyo Tirtokusumo di tahun 1981.
Panji Wiratama – Bedhaya Kirana Ratih
Penampilan ke-7 Kelompok Ary Suta Center membawakan tarian Bedhayan Ajanggayung. Tarian ini adalah sebuah kidung perkawinan, mantra penyatuan rasa untuk kebahagaiaan kehidupan perkawinan. Tarian ini menggambarkan bahwa dalam kehidupan perkawinan seorang pria dan wanita harus saling berbagi suka dan duka.
Ary Suta Center – Bedhayan Ajanggayung
Setelah penampilan ke-7 dari kelompok, dalam rangkaian acara festival bedhayan 2019 disediakan juga suasana makan malam ala keraton yang ditunjukan untuk para tamu yang hadir. Ada beberapa tokoh yang hadir pada acara ini antara lain:
Mr. Kim Yong Jo dan Mr. So Kwang Yun (Consuller of Democratic People’s Republic of Korea)
Bapak Letjen TNI (Purn) Suryo Prabowo dan istri
Bapak H.S Dillon dan Bapak Letjen TNI Dodik Wijanarko
Ibu Lies Purnomo Yusgiantoro dan Bapak Luluk Sumiarso
Bapak Purnomo Yusgiantoro beserta istrinya Ibu Lies, Ibu Luluk Sumiarso, Bapak Rachmat dan Ibu Ani sudibyo
Bapak Teguh Santoso Tarigan dan Ibu Intan
Ibu Kus Broto
Bapak Sarjono dan Keluarga
Bapak Ganang Soedirmandan Istri
Bapak Luluk Sumiarso beserta Istri
Ibu Linda Djalil
Bapak Prof. Dr. Emil Salim beserta keluarga
Bapak Letjen TNI Dodik Wijanarko dan Bapak Anhar Setjadibrata
Bapak Hadi Purnomo dan Mrs. Nirsia Castro Geuvara (Ambasador of Cuba Embassy) dan Mr. Bryan Gual (Consult of Cuba)
Bapak Ninok Leksono
Bapak Suryandoro
Bapak Purnomo Yusgiantoro
Ibu Sheila, Ibu Mien Uno, Bapak Priyo Darmo, dan Ibu Ieneke F Priyo
Suasana Makan malam ala keraton dekorasi oleh Gaia Nata
Acara dilanjutkan setelah makan malam dengan memulai kembali penampilan ke-8 dibawakan oleh kelompok Puspo Budoyo dengan tarian Bedhoyo Pupo Nuswantoro. Tarian ini menggambarkan sebuah keindahan, harmonisasi dan keragaman kehidupan di nusantara Indonesia yang selayaknya elok bunga.
Puspo Budoyo – Bedhoyo Puspo Nuswantoro
Penampilan selanjutnya dibawakan oleh Sanggar Gending Enem II yang membawakan Bedhayan Pangkur. Tarian ini merupakan karya cipta Sri Susuhunan Pakubuwana IV atau Pakubuwono IV yang merupakan raja ketiga Kasunan Surakarta yang memerintah pada tahun 1788-1820. Tarian ini mengungkapkan tentang keseimbangan hawa nafsu dan akal manusia.
Gending Enem II – Bedhaya Pangkur
Penampilan ke-10 dibawakan oleh sanggar Sampan Bujana Sentra. Kelompok ini membawakan Bedhayan Sekar yang merupakan tarian pembuka dalam acara adat Jawa. Tarian ini adalah tarian putrid halus, luhur serta adlihung, indah dan ritual.
Sampan Bujana Sentra- Bedhayan Sekar
Penampilan berikutnya adalah kelompok GAIA Indonesia Culture Society. Kelompok ini membawakan tari Empat Etnik yang merupakan sebuah tarian yang menggambarkan keragaman suku budaya adat istiadat yang ada di Sulawesi Selatan, Toraja, Makassar, Bugis, dan Mandar.
GAIA Indonesia Culture Society – Tarian Empat Etnis
Kelompok ke-12 Sanggar Gending Enem I mermbawakan Catur Sagotro yang merupakan tarian yang mencoba menggabungkan gaya tari dan iringan gendhing dari empat keratin yang sebenarnya berasal dari satu dinasti itu dan sekaligus sebagai gambaran jiwa persatuan mereka.
Gending Enem I- Bedhaya Catur Sagotro
Penampilan ke-13 yaitu kelompok Nur Sekar Kinanti dengan membawakan Bedhaya Duradasih. Tarian ini merupakan tarian ciptaan Sri Susuhunan Pakubuwana IV sebelum menjadi raja dan berstatus putrra maskota dengan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Hamangkunagara.
Nur Sekar Kinanti – Bedhayan Duradasih
Penampilan terakhir dibawakan oleh kelompok asal Solo yaitu Sanggar Shanti Budaya Hayuwerdhi. Kelompok ini membawakan Traian Bedhaya Saptotangkara yang merupakan garapan baru dalam bentuk Bedhayan dengan pola garapam yang diwarnai oleh pola-pola garap tari Bali. Tarian Sptotangkara diangkat dari sebuuah konsep ke-Hindua-an.
Sanggar Shanti Budaya Hayuwerdhi- Bedhaya Saptotangkara
Acara ditutup dengan memberikan rapor oleh perwakilan masing-masing kelompok oleh Ibu Aylawati Sarwono.
Ucapan terimakasih kepada seluruh tamu dan teman-teman yang membantu jalannya acara ini dengan lancar dan baik. Sampai berjumpa di Festival Bedhayan 2020. Salam Budaya!